Text
Uji Provokasi Bronkus denan Salin Hipertonis
Prevalensi asma meningkatkan baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Diagnosis asma berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang baku menggunakan uji provokasi dengan histamine atau metakoln. Mengingat histamine sulit didapat, maka dicari beberapa alternative antara lain menggunakan salin hipertosis (NaCI 4,5%). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitivitas dan spesifisitas uji provokasi salin hipertosis dibandingkan dengan histamine. Metodologi yang digunakan adalah desain uji diagnostik membandingkan uji provokasi salin hipertonis dengan histamine. Pasien yang telah didiagnosis asma berdasarkan criteria Konsesus Nasional Penanganan Asma Anak menjalani uji provokasi dengan salin hipertosis atau degan histamine, 30 pasien dengan salin hipertonik dan 22 pasien dengan histamine, Didapatkan bahwa usia terbanyak adalah 9 tahun dengan perbandingan lelaki dan perempuan adalah 3 : 1. Yang terbanyak menderita asma apisodik jarang (70,0%). 70,0% dengan riwayat atpi pada keluarga sedangkan atopi pada pasien 66,7%. Uji provokasi bronkus dengan salin hipertonis menghasilkan 53,3% positif, sedangkan uji provokasi dengan histamine 68,2% positif. Berdasarkan derajat asma didapatkan bahwa pada asma episodic jarang 9/21 (42,9) % positif terhadap salin hipertosis dan 9/15 (60) % positif terhadap histamine. Sedangkan pada episodic sering masing-masing 7/9 (77,8) % dan 6/7 (85,7) % positif terhadap salin hipertonis dan hitamin. Berdasarkan hasil di atas didapatkan sensitivitas 86,7% dan spesifisitas 85,7% dengan nilai prediktif positif 92,9 % dan nilai prediktif negative 75,0 %. Uji provokasi bronkus menggunakan salin hipertonis dapat digunakan sebagai alternative untuk diagnosis asma dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 86,7 % dan 85,7 %.
No other version available